Saturday, 11 March 2017

ANALISIS SOAL, PENDALAMAN ANALISIS SOAL SECARA KUANTITATIF

Kegiatan menganalisis butir soal merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu soal yang telah ditulis. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian (Nitko, 1996: 308). Tujuan penelaahan adalah untuk mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum soal digunakan. Di samping itu, tujuan analisis butir soal juga untuk membantu meningkatkan tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta untuk mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka sudah/belum memahami materi yang telah diajarkan (Aiken, 1994: 63). Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya sesuai dengan tujuannya di antaranya dapat menentukan peserta didik mana yang sudah atau belum menguasai materi yang diajarkan guru.
Dalam melaksanakan analisis butir soal, para penulis soal dapat menganalisis secara kualitatif, dalam kaitan dengan isi dan bentuknya, dan kuantitatif dalam kaitan dengan ciri-ciri statistiknya (Anastasi dan Urbina, 1997: 172) atau prosedur peningkatan secara judgment dan prosedur peningkatan secara empirik (Popham, 1995: 195). Analisis kualitatif mencakup pertimbangan validitas isi dan konstruk, sedangkan analisis kuantitatif mencakup pengukuran kesulitan butir soal dan diskriminasi soal yang termasuk validitas soal dan reliabilitasnya.

Jadi, ada dua cara yang dapat digunakan dalam penelaahan butir soal yaitu penelaahan soal secara kualitatif dan kuantitatif.

Pada prinsipnya analisis butir soal secara kualitatif dilaksanakan berdasarkan kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Penelaahan ini biasanya dilakukan sebelum soal digunakan/diujikan. Aspek yang diperhatikan di dalam penelaahan secara kualitatif ini adalah setiap soal ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa/budaya, dan kunci jawaban/pedoman penskorannya. Dalam melakukan penelaahan setiap butir soal, penelaah perlu mempersiapkan bahan-bahan penunjang seperti: (1) kisi-kisi tes, (2) kurikulum yang digunakan, (3) buku sumber, dan (4) kamus bahasa Indonesia.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis butir soal secara kualitatif, diantaranya adalah teknik moderator dan teknik panel.

Teknik moderator
merupakan teknik berdiskusi yang di dalamnya terdapat satu orang sebagai penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama-sama dengan beberapa ahli seperti guru yang mengajarkan materi, ahli materi, penyusun/pengembang kurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa, berlatar belakang psikologi. Teknik ini sangat baik karena setiap butir soal dilihat secara bersama-sama berdasarkan kaidah penulisannya. Di samping itu, para penelaah dipersilakan mengomentari/ memperbaiki berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Setiap komentar/masukan dari peserta diskusi dicatat oleh notulis. Setiap butir soal dapat dituntaskan secara bersama-sama, perbaikannya seperti apa. Namun, kelemahan teknik ini adalah memerlukan waktu lama untuk rnendiskusikan setiap satu butir soal.

Teknik panel merupakan suatu teknik menelaah butir soal yang setiap butir soalnya ditelaah berdasarkan kaidah penulisan butir soal, yaitu ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa/budaya, kebenaran kunci jawaban/pedoman penskorannya yang dilakukan oleh beberapa penelaah. Caranya adalah beberapa penelaah diberikan: butir-butir soal yang akan ditelaah, format penelaahan, dan pedoman penilaian/ penelaahannya. Pada tahap awal para penelaah diberikan pengarahan, kemudian tahap berikutnya para penelaah berkerja sendiri-sendiri di tempat yang tidak sama. Para penelaah dipersilakan memperbaiki langsung pada teks soal dan memberikan komentarnya serta memberikan nilai pada setiap butir soalnya yang kriterianya adalah: baik, diperbaiki, atau diganti. Secara ideal penelaah butir soal di samping memiliki latar belakang materi yang diujikan, beberapa penelaah yang diminta untuk menelaah butir soal memiliki keterampilan, seperti guru yang mengajarkan materi itu, ahli materi, ahli pengembang kurikulum, ahli penilaian, psikolog, ahli bahasa, ahli kebijakan pendidikan, atau lainnya.

Selanjutnya analisis soal secara kuantitatif yang biasanya banyak dilaksanakan oleh para guru disetiap satuan pendidikan. Analisis secara kuantitatif berbeda dengan analisis secara kualitatif yakni analisis kuantitatif yang dilaksanakan setelah peserta didik telah diujikan soal yang akan dianalisis. Tentunya kesempurnaan analisis soal ini akan lebih baik jika menggabungkan kedua cara ini yakni secara kuantitatif dan kualitatif.

Penelaahan soal secara kuantitatif maksudnya adalah penelaahan butir soal didasarkan pada data empirik dari butir soal yang bersangkutan. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah diujikan.

Salah satu langkah anlisis kuantitatif yakni secara klasik. Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal melalui informasi dari jawaban peserta didik guna meningkatkan mutu butir soal yang bersangkutan dengan menggunakan teori tes klasik.

Kelebihan analisis butir soal secara klasik adalah murah, dapat dilaksanakan sehari-hari dengan cepat menggunakan komputer, murah, sederhana, familier dan dapat menggunakan data dari beberapa peserta didik atau sampel kecil (Millman dan Greene, 1993: 358).

Adapun proses analisisnya sudah banyak dilaksanakan para guru di sekolah seperti contoh di bawah ini.
a. Langkah pertama yang dilakukan adalah menabulasi jawaban yang telah dibuat pada setiap butir soal yang meliputi berapa peserta didik yang: (1) menjawab benar pada setiap soal, (2) menjawab salah (option pengecoh), (3) tidak menjawab soal. Berdasarkan tabulasi ini, dapat diketahui tingkat kesukaran setiap butir soal, daya pembeda soal, alternatif jawaban yang dipilih peserta didik.

b. Misalnya analisis untuk 32 siswa, maka langkah (1) urutkan skor siswa dari yang tertinggi sampai yang terendah. (2) Pilih 10 lembar jawaban pada kelompok atas dan 10 lembar jawaban pada kelompok bawah. (3) Ambil kelompok tengah (12 lembar jawaban) dan tidak disertakan dalam analisis. (4) Untuk masing-masing soal, susun jumlah siswa kelompok atas dan bawah pada setiap pilihan jawaban. (5) Hitung tingkat kesukaran pada setiap butir soal. (6) Hitung daya pembeda soal. (7) Analisis efektivitas pengecoh pada setiap soal (Linn dan Gronlund, 1995: 318-319).

Aspek yang perlu diperhatikan dalam analisis butir soal secara klasik adalah setiap butir soal ditelaah dari segi: tingkat kesukaran butir, daya pembeda butir, dan penyebaran pilihan jawaban (untuk soal bentuk obyektif) atau frekuensi jawaban pada setiap pilihan jawaban.

A.Tingkat Kesukaran (P). Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00 (Aiken 1994: 66). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu. Rumus ini dipergunakan untuk soal obyektif. Rumusnya adalah seperti berikut ini (Nitko, 1996: 310).


Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah.

Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian digunakan rumus berikut ini.

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran soal itu. Klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dicontohkan seperti berikut ini.

0,00 - 0,30 soal tergolong sukar
0,31 - 0,70 soal tergolong sedang
0,71 - 1,00 soal tergolong mudah

Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran (Nitko, 1996: 310-313). Kegunaannya bagi guru adalah: (1) sebagai pengenalan konsep terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka, (2) memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau mencurigai terhadap butir soal yang bias. Adapun kegunaannya bagi pengujian dan pengajaran adalah: (a) pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang, (b) tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah, (c) memberi masukan kepada siswa, (d) tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias, (e) merakit tes yang memiliki ketepatan data soal.

Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk memprediksi alat ukur itu sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru. Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut. 1) Pengecoh butir soal itu tidak berfungsi. 2) Sebagian besar siswa menjawab benar butir soal itu; artinya bahwa sebagian besar siswa telah memahami materi yang ditanyakan.

Bila suatu butir soal termasuk kategori sukar, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut. 1) Butir soal itu "mungkin" salah kunci jawaban. 2) Butir soal itu mempunyai 2 atau lebih jawaban yang benar. 3) Materi yang ditanyakan belum diajarkan atau belum tuntas pembelajarannya, sehingga kompetensi minimum yang harus dikuasai siswa belum tercapai. 4) Materi yang diukur tidak cocok ditanyakan dengan menggunakan bentuk soal yang diberikan (misalnya meringkas cerita atau mengarang ditanyakan dalam bentuk pilihan ganda). 5) Pernyataan atau kalimat soal terlalu kompleks dan panjang.

Namun, analisis secara klasik ini memang memiliki keterbatasan, yaitu bahwa tingkat kesukaran sangat sulit untuk mengestimasi secara tepat karena estimasi tingkat kesukaran dibiaskan oleh sampel (Haladyna, 1994: 145). Jika sampel berkemampuan tinggi, maka soal akan sangat mudah (TK= >0,90). Jika sampel berkemampuan rendah, maka soal akan sangat sulit (TK = < 0,40).

B. Daya Pembeda (DP). Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara warga belajar/siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan warga belajar/siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini. 1) Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak. 2) Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi/membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru. Apabila suatu butir soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu, maka butir soal itu dapat dicurigai "kemungkinannya" seperti berikut ini.

• Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat.
• Butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar
• Kompetensi yang diukur tidak jelas
• Pengecoh tidak berfungsi
• Materi yang ditanyakan terlalu sulit, schingga banyak siswa yang menebak
• Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah informasi dalam butir soalnya

Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan warga belajar/siswa yang telah memahami materi dengan warga belajar/peserta didik yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 sampai dengan +1,00. Semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka semakin kuat/baik soal itu. Jika daya pembeda negatif (<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (warga belajar/peserta didik yang tidak memahami materi) menjawab benar soal dibanding dengan kelompok atas (warga belajar/peserta didik yang memahami materi yang diajarkan guru).

Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk pilihan ganda adalah dengan menggunakan rumus berikut ini.


DP = daya pembeda soal,
BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas,
BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah,
N=jumlah siswa yang mengerjakan tes.


Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk uraian adalah dengan menggunakan rumus berikut ini.

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta didik yang sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta didik yang belum/tidak memahami materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya adalah seperti berikut ini (Crocker dan Algina, 1986: 315).

0,40 - 1,00 soal diterima baik
0,30 - 0,39 soal diterima tetapi perlu diperbaiki
0,20 - 0,29 soal diperbaiki
0,19 - 0,00 soal tidak dipakai/dibuang.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Contoh format analisis soal Uraian:
ANALISIS ULANGAN HARIAN
SEKOLAH                 : ...................................................
KLS/SEMESTER     : ....................................................
MATA PELAJARAN :..................................................
NAMA TES                :................................................
BENTUK TES           :.................................................
NOMOR KD              :...........................................
KKM                           :............................................
NAMA GURU           :.................................................
.
1.    DATA PEMERIKSAAN JAWABAN

Pedoman Penskoran
Skor
NOMOR SOAL
JUMLAH SKOR
Skala Nilai
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Skor maksimum











100
Skor Minimum













NO
NAMA SISWA
NOMOR SOAL
JUMLAH SKOR
JUMLAH NILAI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1













2













3













4













5













6













7













8













9













10













11













12













13













14













15













16














2.    DATA SISWA KELOMPOK ATAS
NO
NAMA SISWA
NOMOR SOAL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1











2











3











4











5











6











7











8











Jumlah Skor











3.    DATA SISWA KELOMPOK BAWAH
NO
NAMA SISWA
NOMOR SOAL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1











2











3











4











5











6











7











8











Jumlah Skor














4.    PROSES ANALISIS

NOMOR SOAL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah Skor Kelompok Atas (X)










Jumlah Skor Kelompok Bawah (Y)










X + Y










Skor Maksimum (Maks)










Skor Minimum (Min)










Jumlah Peserta Tes (N)










Jumlah Klp Atas/Bawah (n)










Skor Rata-rata (Mean):
(X + Y) / N











Mean Klp Atas:
X / n











Mean Klp Bawah:
Y / n











Tingkat Kesukaran (P):

Mean / Maks











Daya Pembeda (DB):
















5.    HASIL ANALISIS SOAL
No.
Soal
Tingkat Kesukaran (P)
Daya Beda (DB)
Status Soal
Keterangan
Indeks
Tafsiran
Indeks
Tafsiran
1





Tafsiran P:
0,00 – 0,30 = Soal Sukar, Sebaiknya dibuang
0,16 – 0,30 = Soal Sukar
0,31 – 0,70 = Soal Sedang
O,71 – 0,85 = Soal Mudah
0,86 – 1,00 = Sangat Mudah, Sebaiknya dibuang

Tafsiran DB:
Nilai negatif = Daya beda sangat jelek
0,00 – 0,09 = Daya Beda Sangat Buruk
0,10 – 0,19 = Daya beda Buruk
0,20 – 0,29 = Daya beda cukup
0,30 – 0,49 = Daya beda Baik
0.50 ke atas = Daya beda sangat baik

Status Soal (Diukur dari DB):
0,40 – 1,00 = Soal Baik dan diterima
0,30 – 0,39 = Soal diterima dan diperbaiki
0,20 – 0,29 = Soal diperbaiki
0,19 – 0,00 = Soal tidak dipakai / dibuang
2





3





4





5





6





7





8





9





10






Ketuntasan Belajar
   1.    Perorangan
a.    Banyak siswa yang mengikuti Ulangan                    : ........... Orang
b.    Banyak siswa yang mencapai nilai ketuntasan belajar: .......... Orang
c.    Presentase Ketuntasan Hasil Belajar                                    : ..........%
   2.    Klasikal                      : Ya / Tidak *
Kesimpulan
     1.    Perlu Perbaikan secara klasikal untuk nomor ..........................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................(Program Pengayaan)
     2.    Perlu Perbaikan secara klasikal untuk siswa, nama: .....................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................(Program Remedial)


Memeriksa / Menyetujui,
Kepala SMP Islam Terpadu Wahdah Islamiyah MAKASSAR



Darmi, S.Ag.,M.Pd.I.
NIY. 26071972071999005

MAKASSAR,           2016
Guru Mata Pelajaran




Nasrul, S.Pd.
NIY. 26071989082013170

=======================================================================
Download Gratis Administrasi Pembelajaran Lengkap / Contoh analisis Ulangan

======================================================================

No comments:

Post a Comment

Search (Cari)